Sabtu, 31 Oktober 2015

17:25 - 6

Dong Wook masuk ke dalam ruang guru sambil memeriksa buku – buku tugas para murid kelas 2 – 1 yang dikumpulkan padanya. Karena sibuk dengan buku – buku itu, Dong Wook pun tak sengaja menabrak seseorang. Buku – buku yang dibawa oleh Dong Wook jatuh. Ia segera mengambil buku itu dibantu oleh orang yang ditabraknya barusan.

Melihat siapa yang menolongnya, Dong Wook terkejut. Ia membeku. Seorang wanita yang tak asing dalam hidupnya kini ada di depannya. Sudah sekitar setahun ia dan wanita itu tidak saling bertemu atau bahkan berkomunikasi. Wanita itu tampak biasa saja melihat Dong Wook; ia tidak terkejut.

“Maaf aku menabrakmu. Tadi, aku sedang membaca sms sambil jalan.” Kata wanita itu santai sambil memberikan buku – buku yang dipungutnya pada Dong Wook.

Dong Wook masih terdiam tak percaya. Setelah semua buku ada ditangannya, ia berdiri diikuti oleh wanita di depannya. Dong Wook ingin berbicara, tapi seakan – akan tenggorokannya tercekat. Tubuhnya benar – benar membeku. Jantungnya berdegup tak karuan.

“Ae.. Yeon..” Suara Dong Wook pun akhirnya keluar meskipun pelan dan tersendat.

Wanita bernama Ae Yeon itu tersenyum singkat. “Apa kabar? Aku sudah tahu kalau kau akan bekerja disini. Kebetulan, aku yang membantu wakil kepala sekolah untuk membaca lamaran kerja.”

Dong Wook mengangguk pelan. Ia masih tidak bisa berkata – kata. Keadaan saat ini terlalu mengejutkan baginya. Mantan kekasih yang belum bisa ia lupakan ada di depannya.

“Aku pergi dulu. Aku masih harus mengajar di kelas tiga.” Kata Ae Yeon singkat dan bergegas pergi meninggalkan Dong Wook.

Dong Wook hanya menganggukkan kepala. Pandangan matanya kemana – mana. Ia merasakan wajahnya panas, hingga kedua tangannya berkeringat. Padahal, di ruangan guru yang besar itu terdapat empat air conditioner (AC).

©©©

Kevin berada di dalam ruang ganti. Ia membuka lokernya dan memakai kaos yang tadi sempat ia pakai sebelum latihan renang. Tak lupa, ia menyalakan ponselnya; mengetik beberapa kata lalu mengirim pesan singkat itu pada Nana.

Kau dimana? - Pesan semacam inilah yang biasa Kevin kirim pada Nana setelah ia latihan renang. Tak sampai lima menit, balasan Nana datang. Senyum sumringah hadir diwajah tampan Kevin.

Masih di sekolah. - Balasan Nana cukup singkat, tapi itu cukup memberi energi untuk Kevin. Kevin tersenyum lebih sumringah lagi. Ia segera menutup pintu lokernya dan membawa tas selempangnya. Ia berlari sekencang mungkin agar bisa cepat sampai di sekolah.


Nana masih berdiri diam di depan pintu gerbang sekolah. Ia memang sedang menunggu Kevin. Meskipun tadi Kevin tidak sempat membalas pesannya lagi, Nana tahu Kevin akan datang menjemputnya. Setiap aku pulang latihan, aku pasti menjemputmu di sekolah -- itu janji Kevin. Dan sampai saat ini, Kevin belum pernah mengingkari janji tersebut.

Kevin sampai di depan Nana. Napasnya tersengal - sengal; sampai - sampai ia menunduk memegangi kedua lututnya. Jarak antara sekolah dengan tempat latihannya cukup jauh. Wajar saja kalau energi Kevin terkuras sangat banyak. Kevin menengadah; melempar senyum konyol pada Nana. "Aku tidak telat 'kan?" Tanya Kevin disertai helaan napas.

Nana tersenyum hangat dan menggeleng. Kemudian, ia mengeluarkan tisu dari dalam tasnya. Ia mengambil beberapa lembar tisu untuk menghapus keringat Kevin yang bercucuran dipelipis Kevin. "Kenapa tidak naik bus saja? Kau hari ini tidak bawa motor?" Nana bertanya balik.

Kevin berdiri dengan tegap. Nana pun menghentikan aktifitasnya mengelap keringat Kevin. "Ada senior yang tidak suka kalau aku membawa motor." Sahut Kevin disertai senyum ketir.

Nana membalas senyum Kevin singkat. Lalu mengelap keringat Kevin lagi. "Tidak apa - apa. Kita memang yang harus mengalah." Ucap Nana lembut. Selesai mengelap keringat Kevin, Nana memasukkan lagi tisu yang bersih ke dalam tas. Dan membuang tisu yang sudah dipakainya ke dalam tong sampah (tidak jauh dari tempatnya berdiri).


Dong Wook keluar dari gedung sekolah. Langkahnya terhenti ketika melihat Nana dan Kevin yang berjalan bersama. Rasa tidak suka mulai menghampiri Dong Wook. Dadanya terasa sesak melihat Nana begitu akrab dengan Kevin. Air mukanya tampak seperti orang sedang cemburu. Mendadak, jantung Dong Wook serasa ditusuk ratusan paku; melihat Kevin yang mengacak rambut Nana.

Mereka sedang apa? Kenapa Nana pulang bersama bocah itu? Bukannya dia tadi tidak masuk sekolah? – Dong Wook bertanya - tanya dalam hati. Tapi kemudian, ia tersadar. Dong Wook bingung dengan sikapnya barusan. Kenapa dia harus merasa tidak suka? Nana hanyalah seorang murid baginya. Tidak lebih. Dong Wook yakin kalau ia tidak mungkin akan jatuh cinta dengan muridnya sendiri. Itu mustahil. Tidak ada dalam kamus hidupnya.

Satu tahun yang lalu.

"Untuk apa kau mau menikahi wanita ini? Dia tidak pantas untukmu Dong Wook. Ibunya mantan seorang pelacur!" Teriak Ibu Cha sambil menunjuk wanita yang berdiri di belakang Dong Wook.

"Eomma (Ibu), Ae Yeon tidak seperti yang Eomma pikir. Ae Yeon sangat baik." Dong Wook berusaha membela Ae Yeon – kekasihnya.

"Tidak! Pergi kau! Ibumu sudah begitu kotor! Bukan tidak mungkin kalau kau juga kotor!" Seru Ibu Cha mengusir Ae Yeon.

Bulir - bulir air mata Ae Yeon mengalir deras dari pelupuk matanya. Ae Yeon merasakan dadanya begitu sesak; hatinya sangat sakit. Kata - kata Ibu Cha sangat menggores hatinya. Ae Yeon berjanji dalam hati kalau ia tidak ingin berhubungan lagi dengan Ibu Cha. Ae Yeon juga berjanji akan mengingat luka yang Ibu Cha torehkan untuknya.

Ae Yeon pun pergi dari rumah Dong Wook. Saking sakit hatinya, Ae Yeon lupa untuk mengucapkan kata permisi. Dong Wook dilanda kebingungan; antara harus tetap diam di rumah atau mengejar Ae Yeon. Tapi, akhirnya Dong Wook tetap memilih Ae Yeon. Dong Wook menyusul Ae Yeon.

"Dong Wook!!" Teriak Ibu Cha histeris marah.

Dong Wook terus mengejar Ae Yeon sampai ke pinggir jalan raya. Dan Dong Wook pun berhasil menggenggam lengan Ae Yeon; mencegah Ae Yeon pergi. "Ku mohon. Jangan tinggalkan aku. Aku akan berusaha meyakinkan ibuku. Ae Yeon - ah, kau wanita pertama dimana aku bisa merasakan jatuh cinta. Ku mohon Ae Yeon, maafkan perkataan ibuku tadi. Ku mohon..."

Ae Yeon melepas genggaman Dong Wook. Kedua mata Ae Yeon semakin memerah. Ae Yeon menatap Dong Wook sangat tajam. Mendadak, rasa cinta Ae Yeon untuk Dong Wook tergantikan oleh rasa sakit yang begitu dalam. "Lebih baik kita berhenti saja sampai disini." Ucap Ae Yeon tegas sambil melepas cincin dijari manis tangan kirinya. Ae Yeon memegang tangan kanan Dong Wook; lalu meletakkan cincin tersebut ke atas telapak tangan kanan Dong Wook.

"Mianhae (Maaf)." Kata terakhir yang diucapkan Ae Yeon sebelum ia bergegas pergi meninggalkan Dong Wook.

Persendian Dong Wook terasa lemas. Dadanya sesak. Jantungnya berdegup tak karuan. Perasaan tak menyenangkan menyelimuti seluruh tubuhnya. Kedua lutut Dong Wook bergetar lemas hingga ia terduduk dijalan. Buliran air mata mulai menetes dari pelupuk mata Dong Wook. Tangisnya pun pecah. Orang - orang yang berlalu - lalang heran melihat Dong Wook. Tapi, Dong Wook tidak peduli dengan orang - orang yang membicarakannya. Dong Wook tetap menangis sambil memegang erat cincin yang pernah dipakai Ae Yeon itu.

Selama ini Dong Wook masih belum bisa melupakan mantan kekasihnya. Bahkan, sekarang lebih sulit untuk melakukan hal itu. Karena mantan kekasih Dong Wook juga menjadi guru di SMA Wang Guk. Pacaran selama lima tahun dan putus begitu saja tidaklah mudah bagi Dong Wook untuk melupakan. Apalagi mengingat perjuangannya untuk mempertahankan hubungan itu meski sudah ditentang oleh ibunya.

Dong Wook pun menyadarkan dirinya sendiri. Ia tidak ingin mengingat masa lalu. Ia juga tidak ingin terlibat perasaan dengan siswinya sendiri. Jika itu terjadi, akan ada bumerang dihidupnya. Sudah cukup sekali saja hubungannya ditentang oleh orang tua. Ia tahu, kalau sampai ia jatuh hati pada seorang siswi; hubungannya pasti akan ditentang keras oleh ibunya.

Dong Wook menggeleng pelan. Ia kembali melangkah menuju halaman parkir. Sesegera mungkin ia masuk ke dalam mobil sedannya. Ia meletakkan tasnya dibangku belakang. Lalu, menyalakan mesin, dan menginjak pedal gas. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan rata - rata. 

Bersambung...