Bel istirahat
untuk makan siang berbunyi. Nana beranjak dari tempat duduknya. Hari ini Kevin
masih belum masuk sekolah karena minggu depan pertandingan renang antar SMA
tingkat nasional akan dimulai. Nana melangkahkan kakinya menuju atap sekolah.
Seperti biasa; ia hanya ingin sendirian. Kejadian di kantin kemarin cukup
membuatnya trauma makan di kantin. Nana tipe wanita yang mudah trauma akan
suatu hal. Butuh waktu kira – kira sebulan
agar trauma singkat Nana itu hilang.
Di atap sekolah,
semilir angin sepoi - sepoi menerpa rambut panjang Nana. Langkah kaki Nana
mendekat ke arah pinggir atap. Ia tidak bermaksud bunuh diri; ia hanya duduk di
pinggiran atap. Duduk di sana tidak akan membuatnya jatuh, karena ada pagar
pembatas yang cukup tinggi. Nana menyandarkan punggungnya ke pagar pembatas dan
ia memejamkan mata.
Terdengar suara
pintu terbuka yang langsung membuat Nana membuka matanya. Ia berharap bukan Si
Yeon yang datang. Selama ini, jika ia ingin bersembunyi dari Si Yeon; atap
sekolah adalah tempatnya.
Ketika melihat
orang yang datang, Nana membulatkan kedua matanya. Dong Wook. Nana tak habis
pikir guru itu akan datang lagi ke sini. "Seonsaengnim (Guru)..." Gumam Nana tak percaya.
Dong Wook
tersenyum hangat. Di tangan kanan Dong Wook; ia membawa sebuah paper bag. Kemudian, Dong Wook
memberikan paper bag tersebut pada
Nana. "Ini.." Kata Dong Wook lembut.
Nana mengernyit;
ia berdiri sambil menerima paper bag
tersebut."Sir, apa ini?"
Tanya Nana heran.
Dong Wook duduk bersandar
dipagar diikuti oleh Nana. "Buka saja."
Nana pun membuka
paper bag tersebut. Ada sebuah kotak
makan siang yang dibeli di restoran yang menjual makanan Indonesia. Kebetulan,
Nana sering sekali beli makan di sana jika di rumah tidak ada makanan.
"Ini makan siang? Untuk Saya?" Tanya Nana lagi sambil menatap Dong
Wook dengan tatapan tak percaya.
Dong Wook
mengangguk. "Aku tahu kau orang Indonesia. Aku juga tahu kau sudah tinggal
di Korea cukup lama. Karena makanan Korea mungkin tidak banyak yang cocok
denganmu, makanya aku beli makanan untukmu di restoran itu."
Nana tersenyum
kecil, "Seonsaengnim gamsahabnida (Terima
kasih, Guru)." Nana segera membuka kotak makan tersebut, dan menyantap
makan siangnya dengan lahap.
Melihat Nana
makan, Dong Wook terkekeh kecil. "Kau pasti sangat lapar." Kata Dong
Wook sambil membersihkan nasi yang tertinggal disudut bibir Nana.
Nana terdiam.
Mendadak jantungnya berdegup sangat cepat. "Hehe.." Tawa Nana tampak
kaku. Ia gugup tiba - tiba.
Dong Wook
mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya. Dan memberikan sapu tangan
tersebut pada Nana. "Ini.. Makanmu seperti anak kecil." Ejek Dong
Wook pada Nana.
Nana meringis.
Ia menerima sapu tangan tersebut, lalu membersihkan mulutnya dengan sapu tangan
milik Dong Wook itu. "Bagaimana Guru Cha bisa tepat sasaran. Ini makanan
kesukaanku." Kata Nana terdengar ceria.
Dong Wook
tersenyum. "Benarkah? Wah, kau foodie
sekali ya... Makanan enak, mood - mu
juga jadi bagus."
Nana melempar
senyuman lebar pada Dong Wook. Kini giliran jantung Dong Wook yang berdegup
kencang tiba - tiba. Karena Dong Wook seorang guru, ia masih bisa mengontrol
dirinya sendiri agar tidak terlihat canggung seperti Nana. "Habiskan
itu." Kata Dong Wook singkat.
Nana selesai
menghabiskan makan siangnya. Ia melihat jam tangan dipergelangan tangan
kirinya. Masih ada waktu sepuluh menit lagi sampai bel masuk berbunyi. Nana
meneguk air putih kemasan (tadi juga ada
dalam paper bag) secukupnya, lalu memasukkannya lagi ke dalam paper bag sekaligus dengan kotak makan
siang.
"Gamsahabnida Cha Seonsaengnim (Terima kasih,
Guru Cha)." Kata Nana sambil menyerahkan paper bag tersebut pada Dong Wook.
Dong Wook
mengangguk. "Kau kembali ke kelas dulu. Aku masih ingin di sini."
Nana pun
beranjak dari duduknya dan melangkah pergi. Saat ia sudah hampir sampai di
pintu, Dong Wook memanggilnya.
"Nana!”
Panggil Dong Wook sembari berdiri.
Sontak Nana pun
menoleh ke belakang. "Ya?"
Dong Wook
melangkah maju sedikit. Mengurangi jaraknya dengan Nana; tapi jarak mereka
tetap cukup jauh. Sekitar lima meter. "Besok jangan lupa bawa jaketmu
kalau ke atas." Teriak Dong Wook tanpa melihat ke arah Nana; ia canggung
mengatakan hal ini.
Nana tersenyum
kecil. Dong Wook begitu baik padanya; sampai hal kecil seperti ini saja
diingatkan. Nana tahu maksud Dong Wook. Rok seragam yang pendek, membuat duduk
Nana kurang nyaman. Nana mengangguk dan membungkuk hormat pada Dong Wook. Ia
pun membuka pintu, tapi Dong Wook memanggilnya lagi.
"Nana!"
Panggil Dong Wook cukup keras.
Nana menoleh ke
belakang. "Ya?"
Tanpa melihat
Nana, Dong Wook berkata, "Maaf, tadi Aku lupa membawakanmu jaket atau
selimut. Aku tadi sangat terburu - buru karena tidak melihatmu di kantin. Dan
juga, Kau harus tetap semangat. Jangan hiraukan pemberitaan miring tentangmu di
internet." Suara Dong Wook keras tapi terkesan malu - malu kucing.
Nana tersenyum
manis. Ia terharu. Guru baru di sekolah bisa sangat perhatian pada dirinya
seperti ini. Tanpa sadar, kedua mata Nana berair. "Terima kasih, Guru
Cha." Ucapnya keras; suaranya terdengar bergetar.
Dong Wook
menatap Nana. "Cepat kembali ke kelas."
Nana mengangguk
dan segera pergi dari atap menuju ke lantai dua. Tepat saat Nana berlari menuju
kelas 2-3, bel masuk berbunyi. Sedangkan, Dong Wook yang masih di atap, ia
senyum - senyum sendiri sambil mengacak pelan rambutnya. Ia pun mengambil paper bag yang tadi ia bawa, lalu segera
bergegas ke kantor guru dengan senyuman kecil menghiasi wajah tampannnya.
Bersambung...