Sabtu, 31 Oktober 2015

17:25 - 4

Bel istirahat untuk makan siang berbunyi. Nana beranjak dari tempat duduknya. Hari ini Kevin masih belum masuk sekolah karena minggu depan pertandingan renang antar SMA tingkat nasional akan dimulai. Nana melangkahkan kakinya menuju atap sekolah. Seperti biasa; ia hanya ingin sendirian. Kejadian di kantin kemarin cukup membuatnya trauma makan di kantin. Nana tipe wanita yang mudah trauma akan suatu hal. Butuh waktu kira – kira sebulan agar trauma singkat Nana itu hilang.

Di atap sekolah, semilir angin sepoi - sepoi menerpa rambut panjang Nana. Langkah kaki Nana mendekat ke arah pinggir atap. Ia tidak bermaksud bunuh diri; ia hanya duduk di pinggiran atap. Duduk di sana tidak akan membuatnya jatuh, karena ada pagar pembatas yang cukup tinggi. Nana menyandarkan punggungnya ke pagar pembatas dan ia memejamkan mata.

Terdengar suara pintu terbuka yang langsung membuat Nana membuka matanya. Ia berharap bukan Si Yeon yang datang. Selama ini, jika ia ingin bersembunyi dari Si Yeon; atap sekolah adalah tempatnya.

Ketika melihat orang yang datang, Nana membulatkan kedua matanya. Dong Wook. Nana tak habis pikir guru itu akan datang lagi ke sini. "Seonsaengnim (Guru)..." Gumam Nana tak percaya.

Dong Wook tersenyum hangat. Di tangan kanan Dong Wook; ia membawa sebuah paper bag. Kemudian, Dong Wook memberikan paper bag tersebut pada Nana. "Ini.." Kata Dong Wook lembut.

Nana mengernyit; ia berdiri sambil menerima paper bag tersebut."Sir, apa ini?" Tanya Nana heran.

Dong Wook duduk bersandar dipagar diikuti oleh Nana. "Buka saja."

Nana pun membuka paper bag tersebut. Ada sebuah kotak makan siang yang dibeli di restoran yang menjual makanan Indonesia. Kebetulan, Nana sering sekali beli makan di sana jika di rumah tidak ada makanan. "Ini makan siang? Untuk Saya?" Tanya Nana lagi sambil menatap Dong Wook dengan tatapan tak percaya.

Dong Wook mengangguk. "Aku tahu kau orang Indonesia. Aku juga tahu kau sudah tinggal di Korea cukup lama. Karena makanan Korea mungkin tidak banyak yang cocok denganmu, makanya aku beli makanan untukmu di restoran itu."

Nana tersenyum kecil, "Seonsaengnim gamsahabnida (Terima kasih, Guru)." Nana segera membuka kotak makan tersebut, dan menyantap makan siangnya dengan lahap.

Melihat Nana makan, Dong Wook terkekeh kecil. "Kau pasti sangat lapar." Kata Dong Wook sambil membersihkan nasi yang tertinggal disudut bibir Nana.

Nana terdiam. Mendadak jantungnya berdegup sangat cepat. "Hehe.." Tawa Nana tampak kaku. Ia gugup tiba - tiba.

Dong Wook mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya. Dan memberikan sapu tangan tersebut pada Nana. "Ini.. Makanmu seperti anak kecil." Ejek Dong Wook pada Nana.

Nana meringis. Ia menerima sapu tangan tersebut, lalu membersihkan mulutnya dengan sapu tangan milik Dong Wook itu. "Bagaimana Guru Cha bisa tepat sasaran. Ini makanan kesukaanku." Kata Nana terdengar ceria.

Dong Wook tersenyum. "Benarkah? Wah, kau foodie sekali ya... Makanan enak, mood - mu juga jadi bagus."

Nana melempar senyuman lebar pada Dong Wook. Kini giliran jantung Dong Wook yang berdegup kencang tiba - tiba. Karena Dong Wook seorang guru, ia masih bisa mengontrol dirinya sendiri agar tidak terlihat canggung seperti Nana. "Habiskan itu." Kata Dong Wook singkat.

Nana selesai menghabiskan makan siangnya. Ia melihat jam tangan dipergelangan tangan kirinya. Masih ada waktu sepuluh menit lagi sampai bel masuk berbunyi. Nana meneguk air putih kemasan (tadi juga ada dalam paper bag) secukupnya, lalu memasukkannya lagi ke dalam paper bag sekaligus dengan kotak makan siang.

"Gamsahabnida Cha Seonsaengnim (Terima kasih, Guru Cha)." Kata Nana sambil menyerahkan paper bag tersebut pada Dong Wook.

Dong Wook mengangguk. "Kau kembali ke kelas dulu. Aku masih ingin di sini."

Nana pun beranjak dari duduknya dan melangkah pergi. Saat ia sudah hampir sampai di pintu, Dong Wook memanggilnya.

"Nana!” Panggil Dong Wook sembari berdiri.

Sontak Nana pun menoleh ke belakang. "Ya?"

Dong Wook melangkah maju sedikit. Mengurangi jaraknya dengan Nana; tapi jarak mereka tetap cukup jauh. Sekitar lima meter. "Besok jangan lupa bawa jaketmu kalau ke atas." Teriak Dong Wook tanpa melihat ke arah Nana; ia canggung mengatakan hal ini.

Nana tersenyum kecil. Dong Wook begitu baik padanya; sampai hal kecil seperti ini saja diingatkan. Nana tahu maksud Dong Wook. Rok seragam yang pendek, membuat duduk Nana kurang nyaman. Nana mengangguk dan membungkuk hormat pada Dong Wook. Ia pun membuka pintu, tapi Dong Wook memanggilnya lagi.

"Nana!" Panggil Dong Wook cukup keras.

Nana menoleh ke belakang. "Ya?"

Tanpa melihat Nana, Dong Wook berkata, "Maaf, tadi Aku lupa membawakanmu jaket atau selimut. Aku tadi sangat terburu - buru karena tidak melihatmu di kantin. Dan juga, Kau harus tetap semangat. Jangan hiraukan pemberitaan miring tentangmu di internet." Suara Dong Wook keras tapi terkesan malu - malu kucing.

Nana tersenyum manis. Ia terharu. Guru baru di sekolah bisa sangat perhatian pada dirinya seperti ini. Tanpa sadar, kedua mata Nana berair. "Terima kasih, Guru Cha." Ucapnya keras; suaranya terdengar bergetar.

Dong Wook menatap Nana. "Cepat kembali ke kelas."

Nana mengangguk dan segera pergi dari atap menuju ke lantai dua. Tepat saat Nana berlari menuju kelas 2-3, bel masuk berbunyi. Sedangkan, Dong Wook yang masih di atap, ia senyum - senyum sendiri sambil mengacak pelan rambutnya. Ia pun mengambil paper bag yang tadi ia bawa, lalu segera bergegas ke kantor guru dengan senyuman kecil menghiasi wajah tampannnya.

Bersambung...