Nana duduk diam
seribu bahasa di ruang rapat Square Entertainment. Tatapan mata Nana kosong.
Suara Manajer Yoon – manajer Nana – masuk telinga kanan keluar telinga kiri
Nana. Hari ini – untuk pertama kalinya – Nana mendapat fitnah semenjak ia
menjadi seorang entertainer di Korea
Selatan. Sebuah video berdurasi satu menit menyebar di internet. Video itu
berisi rekaman saat Nana melawan Si Yeon.
Tadi siang, Nana
sudah menebak hal ini akan terjadi. Ia tahu anak - anak di kantin pasti merekam
perkelahiannya dengan Si Yeon. Tapi, ia tidak menyangka kalau rekaman tersebut
akan diedit; dan yang diunggah hanyalah rekaman saat ia menampar Si Yeon. Dalam
hati, Nana mengumpat terus – terusan dalam bahasa jawa.
"Kau gila?
Kenapa kau menampar anak dari donatur Yayasan Wang Guk? Kau ingin karirmu
hancur? Ya! Kau ini baru genap empat
tahun menjadi seorang model. Kau harus sadar kau ini baru menjadi seorang
model! Jangan membuat masalah! Jangan buat image
- mu dimasyarakat menjadi jelek!" Oceh Manajer Yoon tanpa jeda sedikit
pun.
Nana menghela
napas panjang dan menyilangkan kedua tangannya didada. "Manager Oppa, video itu sudah diedit.
Kau 'kan manajerku. Seharusnya kau mencari rekaman yang asli. Bukannya
memarahiku seperti ini." Protes Nana.
Manajer Yoon
menengadahkan kepalanya sambil berteriak kecil. "Aaaahhh! Aku bisa gila."
Nana tersenyum
kecil. Ia pun melongos pergi dari ruang rapat begitu saja. Manajer Yoon yang
melihat pun berteriak marah karena Nana sama sekali tidak menghargainya.
Sebenarnya, Nana sangat menghargai Manajer Yoon, tapi kali ini Nana – hanya
sedikit – tidak menggubris perkataan Manajer Yoon. Nana sangat lelah. Saking
lelahnya ia sangat malas untuk menjelaskan kejadian tadi siang di kantin
sekolah.
Di koridor,
telinga Nana mendengar suara derap langkah seseorang yang tengah berlari ke
arahnya. Dari kejauhan, tampak seorang laki - laki tinggi sambil membawa tas
selempang berlari dengan tergesa - gesa. Nana tersenyum. Ia sudah tahu siapa
yang datang.
"Nana!"
Panggil Kevin setelah sampai dihadapan Nana. Ia menghirup napas dalam – dalam
lalu membuangnya pelan - pelan. "Kau.. baik - baik saja 'kan? Aku sudah
melihat videonya. Bahkan namamu nomer satu disitus pencarian." Lanjut
Kevin sambil memegang kedua bahu Nana. Kedua mata Kevin menatap Nana penuh
arti; terlihat jelas kalau ia sangat mengkhawatirkan keadaan Nana saat ini.
"Tenang
saja." Sahut Nana singkat. Ia menepuk - nepuk pelan pundak Kevin.
"Tidak usah mengkhawatirkanku. Aku baik - baik saja."
Kevin menarik
tangannya dari bahu Nana. Lalu, ia berkacak pinggang sambil menengadahkan
kepala; menahan kesal, emosi, tidak tahu harus berbuat apa. Kevin sangat kecewa
pada dirinya sendiri karena tidak bisa melindungi gadis yang dicintainya sejak
bangku sekolah menengah pertama itu. "Bagaimana bisa aku tidak khawatir
padamu?" Tanya Kevin kesal.
Nana terkekeh,
"Ya! Aku bukan Nana yang dulu.
Aku sudah SMA. Jangan perlakukan aku seperti saat kita SMP dulu." Ucapnya
santai.
Kevin menghela
napas panjang. "Baiklah. Ayo kita jalan - jalan sebentar." Kata Kevin
sembari merangkul bahu kanan Nana. Mereka berdua pun berjalan bersama menyusuri
koridor – keluar dari gedung Square Entertainment.
Kevin dan Nana
menikmati waktu luang mereka disebuah kafe es krim tak jauh dari gedung Square
Entertainment. Kevin mengurungkan niatnya untuk mengajak Nana jalan - jalan
keluar (lebih jauh dari gedung Square Entertainment). Ia takut, kalau seseorang
sadar bahwa Nana sedang di luar, Nana bisa saja kena serang.
Nana sedang
sibuk memakan es krim double vanilla - nya.
Kevin heran melihat tampang Nana yang santai saja; seperti tidak punya masalah.
"Kau tidak pusing karena video itu tersebar?" Tanya Kevin masih
terdengar khawatir.
Nana menggeleng,
"Tenang saja. Aku tidak peduli hal seperti itu." Ucapnya santai
seperti tak ada beban.
Kevin menyantap
es krim chocolate strawberry - nya,
"Memang kronologinya bagaimana?"
Nana mengedikkan
bahu. "Entahlah." Nana malas membicarakan hal tersebut.
"Aku tahu.
Si Yeon yang memulainya dulu 'kan?" Tanya Kevin penuh selidik.
"Dia
membuang sisa makanannya dinampan makanku." Jawab Nana sambil membuang
muka.
Kevin
membulatkan matanya. "Kau tidak membalasnya? Kenapa hanya menamparnya
saja?!" Tanya Kevin mulai tersulut api emosi.
Nana terdiam.
Pandangan matanya kosong melihat ke jalanan di luar kafe dari balik jendela di
sampingnya. Ponsel Kevin berdering. Tertera nama Dae Gu dilayar ponselnya.
Seketika wajah Kevin menunjukkan raut antusias. Dengan segera, Kevin mengangkat
panggilan tersebut.
"Bagaimana?
Sudah kau dapatkan?" Tanya Kevin tak sabar.
"Aku sudah
mengirim video full durasinya ke
emailmu."
Mendengar
jawaban Dae Gu, sudut bibir Kevin naik ke atas dan kepalanya mengangguk -
angguk. "Arraseo (Aku
mengerti)," Sahut Kevin lalu memutus panggilan tersebut.
"Nugu (Siapa)?" Tanya Nana.
Kevin tersenyum
lebar. "Aku sudah punya video durasi penuhnya. Aku akan menyerahkan ini ke
manajer bagian media. Biar dia yang mengurusnya."
Nana membulatkan
matanya, "Kau mau menyebarkannya? Kau gila?" Suaranya terdengar tidak
santai lagi.
Kevin tertegun,
"Wae (Kenapa)?"
Nana
menggelengkan kepala,"Andwae (Tidak)!
Jangan Kevin. Jangan sekarang."
Kevin makin tak
mengerti dengan sikap Nana. Ia ingin menolong Nana, tapi Nana malah menolaknya?
Seketika raut wajah Kevin berubah marah. "Kenapa? Kau kasihan dengannya?
Dia tampak menyedihkan untukmu? Kau tetap ingin melindunginya? Apa yang kau
pikirkan?" Tanya Kevin dan beranjak pergi.
Nana kehabisan
kata - kata. Bukan ini yang dia mau. Ia ingin membalas perbuatan Si Yeon, tapi
tidak seperti ini caranya. Membalas perbuatan orang dengan cara yang sama itu
terlihat rendah. Ia pun beranjak dari tempatnya; menyusul Kevin yang sudah
keluar dari kafe.
"Kevin!"
Panggil Nana sambil berusaha menyusul Kevin yang sudah berjalan cukup jauh.
Tiba – tiba maag
Nana kumat. Mendadak ia tak kuat untuk berjalan cepat. "Ya! Kevin! Stop!" Teriak Nana cukup keras; membuat orang - orang yang
lalu lalang dijalan ikut berhenti melihatnya.
Kevin berhenti
berjalan. Ia menoleh ke belakang. Tatapannya sulit diartikan. Ia terlalu kesal.
"Wae (Kenapa)?" Balas Kevin
dengan teriakan.
"Kemari! Aku
tak bisa mengejarmu!" Teriak Nana sambil memegangi perutnya.
Kevin mendecakkan
lidah. Ia tahu, maag Nana kumat. Ia pun berlari menghampiri Nana. "Kau
benar - benar gadis gila." Ucapnya sebelum berlutut membelakangi Nana.
"Cepat naik ke punggungku."
Nana pun naik ke
punggung Kevin. Dirasa posisi sudah nyaman, Kevin pun berdiri dan berjalan
dengan menggendong bayi besar yang seumuran dengannya.
Nana
melingkarkan kedua tangannya dileher Kevin, ia juga menyandarkan kepalanya
dibahu kanan Kevin. "Aku tidak ingin kau membalas perbuatan Si Yeon dengan
cara yang sama. Itu rendah, Kevin - ah." Kata Nana; suaranya yang lembut menggetarkan
gendang telinga Kevin. Hati Kevin berdesir; jantungnya berdegup sedikit lebih
cepat dari sebelumnya.
"Arraseo (Aku mengerti)." Sahut
Kevin singkat. Kini, giliran Kevin yang kehabisan kata - kata. Jantungnya yang
berdegup kencang membuat otaknya tidak bisa berpikir jernih.
"Dae Gu?
Dia murid baru di kelas 2-1 itu?" Tanya Nana memecah keheningan diantara
dirinya dan Kevin.
Kevin mengangguk
kecil. "Aku juga yang menyuruhnya pindah ke sekolah kita."
Nana mengangguk
mengerti. "Ohhh." Kata Nana sambil mengeratkan lingkaran tangannya
dileher Kevin.
Kevin tersenyum
kecil. Ia berhenti sejenak; membenarkan gendongannya. Lalu, ia pun kembali
melangkah. Meskipun persendiannya cukup linu karena latihan renang hari ini.
Tapi, ia tak menghiraukan hal tersebut. Demi Nana, ia rela menahan lelah atau
pun sakit ditubuhnya.
Bersambung...