Sabtu, 31 Oktober 2015

17:25 - 3

Nana duduk diam seribu bahasa di ruang rapat Square Entertainment. Tatapan mata Nana kosong. Suara Manajer Yoon – manajer Nana – masuk telinga kanan keluar telinga kiri Nana. Hari ini – untuk pertama kalinya – Nana mendapat fitnah semenjak ia menjadi seorang entertainer di Korea Selatan. Sebuah video berdurasi satu menit menyebar di internet. Video itu berisi rekaman saat Nana melawan Si Yeon.

Tadi siang, Nana sudah menebak hal ini akan terjadi. Ia tahu anak - anak di kantin pasti merekam perkelahiannya dengan Si Yeon. Tapi, ia tidak menyangka kalau rekaman tersebut akan diedit; dan yang diunggah hanyalah rekaman saat ia menampar Si Yeon. Dalam hati, Nana mengumpat terus – terusan dalam bahasa jawa.

"Kau gila? Kenapa kau menampar anak dari donatur Yayasan Wang Guk? Kau ingin karirmu hancur? Ya! Kau ini baru genap empat tahun menjadi seorang model. Kau harus sadar kau ini baru menjadi seorang model! Jangan membuat masalah! Jangan buat image - mu dimasyarakat menjadi jelek!" Oceh Manajer Yoon tanpa jeda sedikit pun.

Nana menghela napas panjang dan menyilangkan kedua tangannya didada. "Manager Oppa, video itu sudah diedit. Kau 'kan manajerku. Seharusnya kau mencari rekaman yang asli. Bukannya memarahiku seperti ini." Protes Nana.

Manajer Yoon menengadahkan kepalanya sambil berteriak kecil. "Aaaahhh! Aku bisa gila."

Nana tersenyum kecil. Ia pun melongos pergi dari ruang rapat begitu saja. Manajer Yoon yang melihat pun berteriak marah karena Nana sama sekali tidak menghargainya. Sebenarnya, Nana sangat menghargai Manajer Yoon, tapi kali ini Nana – hanya sedikit – tidak menggubris perkataan Manajer Yoon. Nana sangat lelah. Saking lelahnya ia sangat malas untuk menjelaskan kejadian tadi siang di kantin sekolah.

Di koridor, telinga Nana mendengar suara derap langkah seseorang yang tengah berlari ke arahnya. Dari kejauhan, tampak seorang laki - laki tinggi sambil membawa tas selempang berlari dengan tergesa - gesa. Nana tersenyum. Ia sudah tahu siapa yang datang.

"Nana!" Panggil Kevin setelah sampai dihadapan Nana. Ia menghirup napas dalam – dalam lalu membuangnya pelan - pelan. "Kau.. baik - baik saja 'kan? Aku sudah melihat videonya. Bahkan namamu nomer satu disitus pencarian." Lanjut Kevin sambil memegang kedua bahu Nana. Kedua mata Kevin menatap Nana penuh arti; terlihat jelas kalau ia sangat mengkhawatirkan keadaan Nana saat ini.

"Tenang saja." Sahut Nana singkat. Ia menepuk - nepuk pelan pundak Kevin. "Tidak usah mengkhawatirkanku. Aku baik - baik saja."

Kevin menarik tangannya dari bahu Nana. Lalu, ia berkacak pinggang sambil menengadahkan kepala; menahan kesal, emosi, tidak tahu harus berbuat apa. Kevin sangat kecewa pada dirinya sendiri karena tidak bisa melindungi gadis yang dicintainya sejak bangku sekolah menengah pertama itu. "Bagaimana bisa aku tidak khawatir padamu?" Tanya Kevin kesal.

Nana terkekeh, "Ya! Aku bukan Nana yang dulu. Aku sudah SMA. Jangan perlakukan aku seperti saat kita SMP dulu." Ucapnya santai.

Kevin menghela napas panjang. "Baiklah. Ayo kita jalan - jalan sebentar." Kata Kevin sembari merangkul bahu kanan Nana. Mereka berdua pun berjalan bersama menyusuri koridor – keluar dari gedung Square Entertainment.


Kevin dan Nana menikmati waktu luang mereka disebuah kafe es krim tak jauh dari gedung Square Entertainment. Kevin mengurungkan niatnya untuk mengajak Nana jalan - jalan keluar (lebih jauh dari gedung Square Entertainment). Ia takut, kalau seseorang sadar bahwa Nana sedang di luar, Nana bisa saja kena serang.

Nana sedang sibuk memakan es krim double vanilla - nya. Kevin heran melihat tampang Nana yang santai saja; seperti tidak punya masalah. "Kau tidak pusing karena video itu tersebar?" Tanya Kevin masih terdengar khawatir.

Nana menggeleng, "Tenang saja. Aku tidak peduli hal seperti itu." Ucapnya santai seperti tak ada beban.

Kevin menyantap es krim chocolate strawberry - nya, "Memang kronologinya bagaimana?"

Nana mengedikkan bahu. "Entahlah." Nana malas membicarakan hal tersebut.

"Aku tahu. Si Yeon yang memulainya dulu 'kan?" Tanya Kevin penuh selidik.

"Dia membuang sisa makanannya dinampan makanku." Jawab Nana sambil membuang muka.

Kevin membulatkan matanya. "Kau tidak membalasnya? Kenapa hanya menamparnya saja?!" Tanya Kevin mulai tersulut api emosi.

Nana terdiam. Pandangan matanya kosong melihat ke jalanan di luar kafe dari balik jendela di sampingnya. Ponsel Kevin berdering. Tertera nama Dae Gu dilayar ponselnya. Seketika wajah Kevin menunjukkan raut antusias. Dengan segera, Kevin mengangkat panggilan tersebut.

"Bagaimana? Sudah kau dapatkan?" Tanya Kevin tak sabar.

"Aku sudah mengirim video full durasinya ke emailmu."

Mendengar jawaban Dae Gu, sudut bibir Kevin naik ke atas dan kepalanya mengangguk - angguk. "Arraseo (Aku mengerti)," Sahut Kevin lalu memutus panggilan tersebut.

"Nugu (Siapa)?" Tanya Nana.

Kevin tersenyum lebar. "Aku sudah punya video durasi penuhnya. Aku akan menyerahkan ini ke manajer bagian media. Biar dia yang mengurusnya."

Nana membulatkan matanya, "Kau mau menyebarkannya? Kau gila?" Suaranya terdengar tidak santai lagi.

Kevin tertegun, "Wae (Kenapa)?"

Nana menggelengkan kepala,"Andwae (Tidak)! Jangan Kevin. Jangan sekarang."

Kevin makin tak mengerti dengan sikap Nana. Ia ingin menolong Nana, tapi Nana malah menolaknya? Seketika raut wajah Kevin berubah marah. "Kenapa? Kau kasihan dengannya? Dia tampak menyedihkan untukmu? Kau tetap ingin melindunginya? Apa yang kau pikirkan?" Tanya Kevin dan beranjak pergi.

Nana kehabisan kata - kata. Bukan ini yang dia mau. Ia ingin membalas perbuatan Si Yeon, tapi tidak seperti ini caranya. Membalas perbuatan orang dengan cara yang sama itu terlihat rendah. Ia pun beranjak dari tempatnya; menyusul Kevin yang sudah keluar dari kafe.

"Kevin!" Panggil Nana sambil berusaha menyusul Kevin yang sudah berjalan cukup jauh.

Tiba – tiba maag Nana kumat. Mendadak ia tak kuat untuk berjalan cepat. "Ya! Kevin! Stop!" Teriak Nana cukup keras; membuat orang - orang yang lalu lalang dijalan ikut berhenti melihatnya.

Kevin berhenti berjalan. Ia menoleh ke belakang. Tatapannya sulit diartikan. Ia terlalu kesal. "Wae (Kenapa)?" Balas Kevin dengan teriakan.

"Kemari! Aku tak bisa mengejarmu!" Teriak Nana sambil memegangi perutnya.

Kevin mendecakkan lidah. Ia tahu, maag Nana kumat. Ia pun berlari menghampiri Nana. "Kau benar - benar gadis gila." Ucapnya sebelum berlutut membelakangi Nana. "Cepat naik ke punggungku."

Nana pun naik ke punggung Kevin. Dirasa posisi sudah nyaman, Kevin pun berdiri dan berjalan dengan menggendong bayi besar yang seumuran dengannya.

Nana melingkarkan kedua tangannya dileher Kevin, ia juga menyandarkan kepalanya dibahu kanan Kevin. "Aku tidak ingin kau membalas perbuatan Si Yeon dengan cara yang sama. Itu rendah, Kevin - ah."  Kata Nana; suaranya yang lembut menggetarkan gendang telinga Kevin. Hati Kevin berdesir; jantungnya berdegup sedikit lebih cepat dari sebelumnya.

"Arraseo (Aku mengerti)." Sahut Kevin singkat. Kini, giliran Kevin yang kehabisan kata - kata. Jantungnya yang berdegup kencang membuat otaknya tidak bisa berpikir jernih.


"Dae Gu? Dia murid baru di kelas 2-1 itu?" Tanya Nana memecah keheningan diantara dirinya dan Kevin.

Kevin mengangguk kecil. "Aku juga yang menyuruhnya pindah ke sekolah kita."

Nana mengangguk mengerti. "Ohhh." Kata Nana sambil mengeratkan lingkaran tangannya dileher Kevin.

Kevin tersenyum kecil. Ia berhenti sejenak; membenarkan gendongannya. Lalu, ia pun kembali melangkah. Meskipun persendiannya cukup linu karena latihan renang hari ini. Tapi, ia tak menghiraukan hal tersebut. Demi Nana, ia rela menahan lelah atau pun sakit ditubuhnya.

Bersambung...