Senin, 02 November 2015

Berubah - 2

Seminggu kemudian.

Devi akhirnya masuk sekolah lagi, setelah seminggu ia izin tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Sebenarnya, Devi tidak sakit seperti demam atau semacamnya. Gadis itu hanya trauma dengan kejadian seminggu yang lalu. Ia masih takut untuk keluar rumah sendirian. Bahkan, untuk sementara ini, ia diantar – jemput oleh kakak laki – lakinya.

Tapi, ada yang berbeda dari penampilan Devi. Ia terlihat sangat cantik dan bersinar. Para siswa yang ada di depan kelas mereka; terpana tidak percaya melihat Devi. Seorang leader tim dance sekolah sekarang mengenakan jilbab. Benarkah itu? – pikir para murid di sekolah yang melihat kedatangan Devi.

Tidak hanya teman – teman Devi yang terkejut melihat itu, beberapa guru yang sudah datang ke sekolah dan melihat Devi juga kaget. Devi berubah – itulah yang muncul dibenak orang – orang yang melihatnya. Dengan seragam lengan panjang, rok panjang, dan jilbab yang rapi membuat Devi tampak sangat cantik.

Image seksi yang melekat pada Devi seketika hilang. Orang – orang justru lebih menyukai Devi yang sekarang. Gadis cantik itu berani melepas kesenangannya, dan berubah menjadi lebih baik. Padahal, dia adalah leader tim dance sekolah. Tapi, beberapa ada yang tidak suka melihat penampilan baru Devi. Mereka hanya iri saja sebenarnya.

Fahmi keluar dari kelasnya. Ia terkejut bukan main melihat kekasihnya. Sudah seminggu, ia mencoba menghubungi Devi tapi tidak ada jawaban. Bahkan, Fahmi datang ke rumah Devi pun; pembantu Devi bilang kalau Devi tidak ada. Dan sekarang, penampilan Devi yang muslimah sukses membuat jantung Fahmi berdegup dua kali lebih cepat.



Devi duduk dibangkunya. Teman – teman mengerumuni Devi; penasaran dengan penyebab perubahan Devi. Mereka bertanya – tanya bagaimana nasib club dance sekolah, karena Devi adalah center of group.

“Dev, kok kamu jadi gini? Gimana nasibnya tim dance nanti?” Salah seorang teman Devi bertanya dengan mimik penasaran.

Devi hanya tersenyum.

“Dev. Kamu yakin mau pake jilbab kayak gini? Dance ‘kan hobimu, Dev.” Celetuk teman laki – laki.

Fahmi masuk ke dalam kelas Devi. Teman – teman sekelas Devi pun keluar dari kelas. Mereka tidak ingin mengganggu Fahmi dan Devi (padahal sebenarnya mereka takut pada teman Fahmi yang memberi isyarat dari luar kelas). Saat kelas sudah sepi – masih ada penonton di luar kelas – Fahmi pun duduk di samping pacarnya.

“Dek. Kamu kemana aja selama ini? Aku telfon nggak diangkat, aku sms nggak dibales, aku chat nggak deliv, aku datengin rumahmu... pembantumu bilang kamunya nggak di rumah. Terus, masuk – masuk.. kamu udah beda...” Cerocos Fahmi tanpa jeda.

Devi terkekeh pelan. “Mas Fahmi, aku pengen putus.” Kata Devi santai.

Fahmi terdiam. Mata teduhnya menatap Devi lekat – lekat. “Dek?” Suara Fahmi terdengar sangat pelan.

“Aku pengen putus aja Mas. Aku takut, kalau kita masih pacaran nanti timbul fitnah. Aku juga nggak mau kalau sewaktu – waktu ada hal yang nggak diinginkan terjadi.” Devi menjelaskan dengan lemah lembut.

Fahmi tertegun. Adik kelas tercintanya itu benar – benar berubah. Sekarang Devi tidak hanya cantik di luar saja, tapi juga cantik di dalam. Fahmi semakin yakin cintanya untuk Devi itu abadi, sejati, selama – lamanya.

“Oke. Kita putus.” Celetuk Fahmi.

Air muka Devi sedikit berubah. Tak bisa dipungkiri kalau ia kaget kata – kata itu akan keluar dari mulut Fahmi. Tapi, inilah keputusan yang paling baik untuk mereka – menurut Devi.

Teman – teman di luar kelas yang masih setia menonton; terkejut mendengar jawaban Fahmi. Setahu mereka, Fahmi sangat menyukai dan menyayangi Devi. Mereka tak menyangka kata ‘putus’ bisa keluar dari mulut Fahmi.



“Kita putus. Dan aku akan nunggu kamu sampai kita halal.” Kata Fahmi disertai senyuman hangat.



SELESAI